Sabtu, 18 Februari 2017

Tanpa Piala #4 -Bertemu Sasha

"kamu apa kabar Sasha??" belum lewat lima detik Radi membantingkan badannya di kursi, pertanyaan basa basi itu keluar begitu lancar
"gak usah sok asik Di, aku tau kamu gak baca surat dari aku, kamu pergi gitu aja!" ketus Sasha membalas basa basi Radi. seketika suasana menjadi tegang sekaligus hening, cukup lama untuk Radi merespon Sasha
"aku minta maaf, gak ada yang bisa aku jelasin disini, semuanya pasti salah nantinya, kita baru bertemu tidak bisakah kita beritngkah sewajarnya?" Radi mencoba untuk mencairkan suasana, tapi mau dikata apa lawan bicaranya adalah perempuan yang ditinggal tanpa kabar dengan waktu yang cukup lama
"udah gitu aja? kamu gak mau jelasin apa-apa!? kamu gak ngerti apa kalo orang butuh penjelasan!?" makin geram Sasha melihat kelakuan Radi
"aku mau pesen makan dulu, kamu mau aku pesenin roti kismis pake madu?" roti kismis madu itu makanan kesenengan Sasha
"gak usah! aku udah gak suka sama roti kismis madu!?" kekesalan Sasha makin bertambah melihat tingkah Radi yang seakan tidak pernah terjadi apa-apa diantara mereka
"kamu kurus, pipi kamu jelek, gak usah banyak gaya, aku gak suka ngeliat pipi kamu tirus, kamu bukan supermodel" datar Radi membalah jawaban Sasha yang ketus
"TERSERAH!" balas Sasha sambil memalingkan mukanya kearah jendela
langit sore mulai melukiskan cahaya senja yang menerawang dibalik awan, semburatnya memancar berpantulan di kaca gedung pencakar langit. makanan sudah tersedia di meja, tapi Sasha masih teguh pada pendiriannya untuk tidak makan, dia hanya minum air mineral yang dibawa dari rumahnya
"di luar masih masih banyak orang yang kelaparan, mereka rela makan makanan dari tempat sampah, kamu jangan kufur gitu, gak seharusnya guru beritngkah kayak gini" tanggapan Radi yang seperti itu membuat Sasha merubah pikirannya, dimakanlah roti kismis madu tersebut
"biasa aja, gak enak. nanti kalo udah abis aku mau pulang" masih saja Sasha memberi respon ketus terhadap Radi, hatinya dan pikirannya masih menunggu penjelasan dari Radi, bertahun-tahun dia menunggu saat seperti ini, tapi Radi tak kunjung memberi penjelasan
"nanti aku yang buatin kayak biasa, biar kamu bilang enak. Sha aku minta maaf sekali lagi, sekarang aku minta maaf, nanti kamu pulang aku juga minta maaf, besok kamu bangun aku minta maaf, besoknya lagi aku minta maaf, besoknya juga aku minta maaf, seterusnya aku akan minta maaf, aku bilang sekarang aja biar aku gak keseringan minta maaf" Radi mulai serius dengan percakapannya
"kamu emang bisanya cuma minta maaf, itu doang kemampuan kamu" Sasha masih saja dingin menanggapi Radi
"aku pergi karena ingin tau, mampu gak aku tanpa ada kamu" Radi menjawab datar sambil matanya menatap mata Sasha dalam-dalam
"oh jadi emang sengaja" makin geram Sasha mendengar pernyataan Radi
"sudah Sasha gak usah seperti anak kecil gitu tanggapan kamu, kamu bahkan gak tanya apakah aku sanggup" Radi memotong pembicaraan Sasha sambil mulai menggenggam tangan Sasha lembut. Sasha mulai terdiam memikirkan apa yang barusan dikatakan Radi, sanggupkah ia menjalaninya, Sasha tak pernah memikirkan hal tersebut, dia pikir hanya dia yang memikirkan hal seperti itu, memang benar tidak ada yang sanggup hidup jauh dari kesayannya.
"Radi sudah mau maghrib, aku mau pulang" parau Sasha meminta, dia tau dia akan menangis Radi tidak suka melihat perempuang menangis Sasha gak mau melihat Radi kebingungan

Di dalam mobil Sasha hanya terdiam, membiarkan badannya terbenam semakin dalam di kursi penumpang, sementar Radi terlihat gelisah, entah karena macetnya jalanan atau bingung harus apa agar Sasha tidak bersikap seperti itu.
"aku mau cerita gimana aku di Ceko, gimana aku hidup tanpa kamu" Radi berbicara sekenanya, ditanggapi syukur engga ya gapapa, abis mau gimana cewe kalo udah begitu mau diapain
"yaudah cerita aja" Sasha mulai antusias merespon Radi
"besok aja tapi, biar waktunya banyak" modus Radi agar Sasha mau diajaknya bertemu kembali
"yaudah kalo gak niat cerita gak usah" kesal Sasha mendengar tanggapan Radi yang seakan mempermainkannya
"ya emang banyak Sasha yang harus diceritain" Radi mencoba meyakinkan Sasha agar besok mereka bisa bersama lagi
"besok aku sibuk, udah akhir tahun ajaran" ada saja alasan yang keluar dari mulut ibu guru ini
"sibuk bukan berarti gak pulang kan dari tempat kerja? oh iya pasti alesan selanjutnya capek" Radi menerka apa alasan yang nantinya akan dilontarkan Sasha
"nah itu kamu tau kan, yaudah emang beloum ada waktunya yang pas kali, kamu kerja aja, emang kamu gak ada kerjaan apa disini?" bego emang Radi, udahlah abis lah lu lagian, maut dijemput, gak ada alesan laen kanlu buat bujuk Sasha
"yaudah Sasha kita udah sampe, salam buat mama papa kamu, jangan lupa makan" datar Radi mengatakannya, bahkan matanya hanya melihat pedal gas mobilnya
"makasih" Sasha membalasnya dengan satu kata datar, kemudian iya berjalan cepat menuju pagar rumahnya.
"Sasha! kamu orang pertama yang aku pengen temuin di Jakarta, tapi kamu gak bisa, kamu tau kan aku malu untuk bilang rindu, harusnya aku bilang tadi saat kita makan, aku rindu kamu Sasha, Sasha kamu cantik pake baju ini, Sasha aku suka parfume kamu, kapan kamu ganti parfume, dulu gak semanis ini baunya? Sasha rambut kamu lucu kalo di kuncir kuda kayak tadi, pas sama muka kamu yang lagi jutek, aku suka kamu tanpa kacamata, mata kamu udah gak minus emangnya? hells kamu kekecilan, ringkih aku liatnya, besok pake sneaker aja, ato pake teplek, sama aja cantikna kok. Sha tapi apapun kamu, aku rindu, Sha kamu tau kan aku sayang sama kamu?? diucapkan hal itu semua tanpa ada jeda, Radi memeluk Sasha dari belakang, tangannya melingkar di leher Sasha semua kalimat tersebut tepat diucapkan di telinga Sasha. mendapat perlakuan tersebut Sasha hanya bisa diam, tidak pernah Radi mengatakan rindu, baru kali ini dia mengatakannya. merasakan tidak ada respon apa-apa dari Sasha, Radi segera menyudahi perlakuannya, kemudian membukakan pagar rumah Sasha, untuk selanjutnya pergi
"Maaf Sasha, aku pulang :)"
"ati-ati" terdengar datar Sasha merespon Radi, kepalanya menghadap kakinya sendiri, jarinya merapikan rambutnya ke arah belakang telinga, dengan sekejap dia membalikan badannya lalu menutup pagar rumahnya.