Sabtu, 13 Januari 2018

Honorer Relationship #2

"apa-apaan sihlu?? sakit tangan gw, pantesan tangan adek gw sampe merah gitu, elu jadi guru tapi kelakuanlu jauh dari kata teladan ya" ucap wanita tersebut sambil mengatur nafasnya yang ngos-ngosan lantaran menahan sakit di tangannya. mendengar kalimat tersebut Nada semakin menjadi, genggaman tangannya semakin di eratkan, langkahnya menjadi semakin cepat menyeret wanita tersebut. Setibanya di ujung koridor, Nada langsung menyudutkan wanita tersebut di tembok, menekan tangan wanita terbsebut ke tembok di atas kepala, tangan kanan Nadi menutup mulut wanita tersebut
"kamu lebih menggairahkan kalo lagi keringetan sama ngos-ngosan gini ya, beda pas kalo lagi mabok" dengan santainya Nadi mengucapkan kalimatnya di telinga wanita tersebut" tempat tersebut adalah tempat yang jarang disentuh oleh para guru atau penjaga sekolah, hanya anak-anak yang cabut dari jam pelajaran menjadikan tempat tersebut sebagai safe zone, berada di paling ujung dan hanya memiliki satu pandangan yaitu ke bagian belakang komplek elit
"mau ngapain lu, jangan macem-macem ini sekolahan" kalimat pertama yang muncul sesaat Nadi melepaskan sekapannya di mulut wanita tersebut, sambil berusaha mengambil nafas sebanyak-banyaknya, wanita tersebut terlihat sangat ketakutan. Melihat pemandangan tersebut, Nadi menghentikan semua tindakannya lalu mundur sebanyak dua langkah disusul dengan uluran tangannya untuk berkenalan
"saya Nadian, bisa panggil saya Nadi" sambil tersenyum Nadi mengulurkan tangan seperti dia tidak pernah melakukan apa-apa sebelumnya. melihat tingkah Nadi yang tiba-tiba berubah 180' wanita tersebut semakin bingung sampai tidak berani menatap wajah Nai. Hampir sekitar satu menit mereka tidak merubah gerakan, sampai ketika Nadi mengamil langkah untuk meninggalkan wanita tersebut
"Artri, nama gw Artri" Artri sendiri bingung kenapa dia malah memperkenalkan diri, padahal Nadi sudah beranjak meninggalkannya. Nadi menghentikan langkahnya
"di deket sini ada ketupat padang enak, saya mau makan, kamu harus ikut anggep aja ini langkah awal saya mempertanggungjawabkan apa yang telah saya perbuat ke kamu sebelumnya" tawaran Nadi yang tanpa memperdulikan sesuatu apa yang telah terjadi barusan membuat Artri semakin bertanya, apakah benar dia ini seorang guru, tadi seakan Nadi sangat bernafsu untuk menerkam Artri sejadi-jadinya namun tiba-tiba manjadi sangat lembut.
"adek gw gimana, gak usah bertele-tele, langsung aja ke poinnya" Artri mencoba untuk meluruskan kepentingan dia datang ke sekolah, padahal tersirat dia mencoba menghindari ajakan makan dari Nadi, guru mesum aneh.
"adik kamu sudah kembali ke kelas, kita bisa membicarakan adikmu di luar sambil makan, apa ada yang salah dengan ini?" Nadi menjawabnya santai sembari mengambil sapu tangan di kantung celananya, kemudian dengan lembut dia membasuh keringat yang ada leher Artri, menimbulkan perasaan aneh di tubuh Artri, kemudian dengan perlahan basuhan tersebut berpindah ke kening Arti, tangan Nadi menyapu sisi kiri sampai sisi kanan disitu Artri mulai berani untuk menatap wajah Nadi, wajah kalem namun tersimpan ambisi di matanya. sosok yang membuat wanita seperti Artri dengan mudahnya di bawa ke ruangan tidak jelas pada malam itu, sesaat ingatan itu kembali dengan sigap Arta menepis tangan Nadi, tapi nadi malah menahan kembali tangan Artri, kali ini genggamannya sangat lembut telapak tangan Nadi tidak lagi menggenggam pergelangan tangan Artri melainkan telapak tangannya, setelah sapu tangannya di letakan di pundak Artri, tangan Nadi merapikan rambut arta dirapikan poni Artri sampai menutupi keningnya, kemudian meletakan tepian rambut Artri ke bagian belakan telinga, selama Nadi melakukan hal tersebut Artri hanya bisa kembali terpaku pada wajah Nadi yang kalem
"lepasin tangan gw!" bentak Artri selagi Nadi mengusap bagian belakang rambutnya
"tangan kamu sudah bebas sedari saya selesai di bagian poni" memerah muka Artri setelah sadar dengan apa yang diucapkan Nadi, lalu dia sedikit menjauh. nadi menawarkan rokok kepada Artri
"makasih, bukannya di sekolah gak boleh ngerokok?" pertanyaan tersebut dibarengi dengan tangannya yang mengambil satu batang rokok, lalu dengan cepat Nadi menyalakan api untuknya. Artri menerima tawaran rokok karena dia berfikir kalo dia merokok pikirannya bisa jadi lebih rileks
"emang kamu anak sekolah? itu sih yang saya denger dari guru-guru perokok disini, peraturan itu cuma berlaku buat siswa" balas Nadi berisikan sarkas
"elu gak ngerokok?" tanya Artri kepada Nadi karena dia merasa canggung merokok sendirian di lingkungan sekolah
"enggak, saya sudah berenti, ini rokok tadi dapet razia, kalo kamu mau ini buat kamu terus sisanya saya ambilkan di laci meja masih banyak disana" mendengar jawaban tersebut Artri langsung mematikan rokoknya.
"ayo kita langusng ngomongin adek gw aja, dimana tempat makannya?" Artri ingin cepat-cepat selesai dari urusan ini dan segera pergi, karena sudah banyak perasaan dan pikiran tidak karuan merasuki dirinya.

sepanjang mereka melewati lorong, yang terdengar adalah teriakan murid mengejek mereka berdua
"uset, abis enak-enak nih pa"
"bagi-bagilah pak, bawa ke warung"
"gede njir, 34 34, 36 juga bisa itumah"
"parah sendirian di pojok parah pak Nad nih"
mendengar kegaduhan tersebut Artri hanya bisa pura-pura memasang wajah santai, akhirnya dia tahu maksud dari Nadian merapikan penampilannya. apa jadinya kalau tadi dia masih berantakan dan harus melewati koridor yang penuh dengan murid-murid bangor. setibanya di lokasi, dan menyelesaikan sarapannya Nadian membuka percakapan yang tidak disangka oleh Artri
"saya lebih tertarik membicarakan malam yang menggairahkan itu" ekspresi wajahnya kembali menjadi Nadian yang penuh hasrat
"engga gini perjanjiannya, lu bilang mau ngomongin adek gw, lagian gw juga udah anggep itu sebagai kegoblokan gw, selama gak terjadi hal-hal yang diinginkan" ketus Artri
"kalo 12 bulan kedepan terjadi sesuatu gimana?" bisik Nadi sambil mendekatkan bibirnya di telinga Arti
"tunggu jangan bilang lu......?" Artri mencoba melawan dugaannya serentak tangannnya mendorong tubuh Nadi

"ikut saya ke tempat waktu itu dan kita buat lagi semuanya jelas, serasa ada yang kurang" kembali tangan Nadi menggenggam lengan Artri lalu menyeretnya ke mobil, Artri ikut tanpa perlawanan, dipikirannya terganggu oleh dugaannya yang terlalu jauh, dia benar-benar tidah ingat apa yang terjadi malam itu

Selasa, 09 Januari 2018

Honorer Relationship

Sudah berakhir hari libur, Nadian mulai mengeluhkan kembali rutinitasnya menunda alarm sampai pada waktu teriakan ibunyalah yang membangunkannya. Sejak kecil Nadi memang tidak bisa bangun sendiri, kalau bukan ibunya yang membangunkannya. Pekerjaannya yang sekarang dirasa berat untuknya karena dia harus bangun sangat pagi agar tidak telat sampai tempat kerjanya. Sembari memanaskan vespanya Nadi menyantap sarapan nasi uduk dan teh manis panasnya, sarapan yang paling cocok untuk pria yang sulit bangun pagi, makanan cepat saji pagi hari.
”kamu harusnya dibiasakan loh mas bangun pagi, apalagi kerjaanmu yang sekarang” nasehat saban hari yang selalu terucap dari ibunya disetiap mereka sarapan bersama
“Nadi jadi pengen tau kalo nanti bukan bunda yang bangunin Nadi?” balas Nadi yang jauh dari kalimat jawaban
“maksud kamu?” heran ibunya mendengar anak semata wayangnya yang sekan melantur
“ya kalo nanti Nadi punya istri, dan dia yang bangunin gimana ya?” jawab Nadi sambil memasang muka lucu di depan ibunya
“halah cangkemu, palingan gak sampe seminggu istrimu minta cere, karena susah bangunin kamu” balas ibu Nadi sambil mencubit sikut Nadi
“ah bunda mah gitu sih, mana ada belum seminggu minta cere?” tukas Nadi sambil memasang muka masam”
“lagian kamu ini yang engga-engga aja, bunda aja belum pernah denger kamu deketin siapa, apalagi liat” balas ibu Nadi sambil memasukan bekal untuk anaknya.
“bunda mau yang macem apa, sebut aja bun sebut” Nadi menjawabnya dengan gaya sengak dan sok ganteng tersebut
“yang kaya apaya, bunda bingung sih, kalo dulu pas jaman bunda yang cocok buat calon mantu mah yang pinter masak, cantik, bibirnya tipis, rambutnya sepinggang, ada lesung pipinya, giginya gingsul, pinter nari, bisa main alat musik” jawabnya dengan nada yang lembut sambil tersenyum
“yaaaaahh, itu mah bunda, iya bun iya bunda doang emang yang paling emang” Sebal Nadi mendengar jawaban guyon bundanya
“yasudah berangkat sana, bekalmu sudah bunda masukan di dalam tas, kalo janda sebelah ngegodain jangan tergoda”
“yakalo godaannya maut, dikit mah bisa kali bun” jawab randi sambil senyum licik dibarengi dengan cubitan di pipi bundanya
“bisa bunda gesperin pala kamu” jawab bunda Nadi kesal
“oke bun aku berangkat ya”
Setelah earphone terpasang Nadi menark gas motornya kemudian berlalu. Berangkat pagi memang menguntungkan bagi warga Jakarta karena lalu lintas belum terlalu padat, jadi Nadi bisa menikmati perjalanan sambil menikati lagu-lagu Oasis dari handphone-nya.
“nah ini dia bocahnya sampe juga” teriak salah satu sapaan dari sudut ruangan kerja Nadi
“alesan apa lagi Pak Nadi, macet, ban kempes, vespanya masalah?” sambung salah satu perempuan yang ada di ruangan tersebut
“iya ngapa yak?” Nadi menjawab seadanya sambil tertawa
“ngapa tauk, elu hari ini kan pidato, harusnya cepet dikit datengnya, dikiiiiiiiiiit” balas Fadlan sambil melayangkan sentilan di teinga kanan Nadi
“lah ini kan hari pertama, harusnya bos besar yang lakuin” Nadi menjawabnya sok tau. Nadi memang menganggap enteng masalah ini, dia tau kalau kali ini adalah jadwal dia pidato, tapi dia mengira akan digantikan dengan orang lain yang lebih layak
“alesan aja ini si ganteng” celetuk salah satu perempuan tua di ruangan tersebut
Setelah beberapa rangkaian, tibalah saatnya Nadi untuk berpidato, ditengah pidatonya terdengar suara “alah bacotlu pa!” teriakan tersebut terdengar jelas sampai ke setiap gendang telinga semua peserta. Nadi menghentikan pidatonya sementara lalu tidak sampai satu menit melanjutkan kembali. Setelah kegiatan selesai semuanya kembali ketempatnya, tapi tidak dengan Nadi, dia berlalri dan mengejar seseorang yang mengganggu pidatonya, sambil memasang muka merah dia menggenggam tangan orang tersebut sekuat-kuatnya lalu menyeretnya ke ruangannya.
“bapak mau kamu panggil orang tuamu sekarang juga, bapak tunggu!” tanpa basa basi Nadi membentak anak tersebut
“mereka gak mungkin datang pak, apapun alesan bapak mereka gak mungkin datang” balas anak tersebut secara santai
“siapapun wali kamu bapak ingin menemuinya pagi ini!?” tanpa jeda Nadi melanjutkan perintahnya ke anak tersebut
30 menit berlalu kemudian ada seorang perempuan berpakaian sangat formal diantar sampai ke meja Pak Nadi, tidak salah lagi, dialah orang yang di tunggu-tunggu Nadi. Kaget Nadi melihat siapa yang ternyata menemui dia, seorang perempuan yang dia rasa kenal baru-baru ini. Perempuan tersbeut memperhatikan tangan adiknya yang memerah sementara Nadi masih terpaku pada tatapannya.
“oh jadi buat ini adik saya……” belum sempat perempuan tersebut menyelesaikan kalimatnya, rasa kaget membuat dia tak bisa melanjutkan omongannya. Rasa kaget Nadi meningkat menjadi bingung yang menggaung di kepalanya
“elu! Ngapain lu di sini, apa-apaan ini!?” perempuan tadi tidak melanjutkan kalimat sebelimnya melainkan melontarkan pertanyaan lain dengan nada sangat tinggi, suaranya terdengar ke seluruh ruangan, untung saja saat itu hanya tersisa dua orang guru yang tidak ada jadwal di jam pertama
“jadi pak Nadian gimana rasanya meniduri wanita cantik yang sedang mabuk!?” perempuan tersebut melontarkan pertanyaan lainnya seblum Nadi menjawab pertanyaan sebelumnya. Sontak dua orang guru yang ada di ruangan tersebut memusatkan mata dan telinga ke arah meja Pak Nadian

Tanpa basa basi Nadi menarik perempuan tersebut keluar ruangan menuju ke sudut koridor kelas