Mereka
berdua sampai di suatu apartemen, setelah
memarkirkan mobilnya Nadi membukakan pintu untuk Artri kemudian
menggandengnya menuju lobi, genggamannya kali ini tidak sekasar saat
sebelumnya, entah kenapa Artri tidak melawan sama sekali untuk kali ini,
setibanya di lobi salah satu satpam menegur Nadi “pak guru mau ngapain
bawa-bawa perempuan bukan muhrim ke apartemen? Mau main gila ya pak” candaan
dari satpam di balas dingin oleh tatapan Nadi. Artri hanya bisa menunduk sambil
tetap langkahnya mengikuti Nadi menuju lift. Keluar dari lift mereka menuju
suatu kamar tapi Nadi tidak membuka kamar tersebut, dia mengetuk kamar tersebut
“Assalamualaykum,
mba Qifah, ini saya Nadi”
“oh
iya mas Nad, sebentar” sahut wanita yang ada di dalam ruangan tersebut, selang
beberapa detik muncullah wanita berdaster panjang dengan rambut kuncir kuda,
sambil menggendong anaknya dengan kain gendong
“maaf
mba Qifah ini saya mau ngerepotin lagi” perkataan Nadi yang lembut sangat
berbeda sekali saat dia berbicara dengan Artri
“oh
iya masalah waktu itu ya” Mba Qifah seperti sudah sangat paham dengan apa yang
diminta Nadi. hal tersebut membuat Artri semakin bertanya-tanya sebenarnya apa
yang telah terjadi antara dia sampai ada orang lain lagi
“iya
mba, biar Raka saya yang gendong deh” Nadi menawarkan jasa jaga bayi sambil
tersenyum sopan.
“udah
ndak usah mas, yaudah tolong buka aja kamarnya” Mba Qifah menolak tawaran Nadi
dan ingin langsung membantu Nadi secara sukarela
“Artri
sekarang kamu ikut sama Mba Qifah ya, jangan bicara keras-keras karena ada
bayi” pesan Nadi sebelum mereka memasuki kamar
“gak
usah dibilangin gw juga ngerti!” Artri membalasnya dengan bisikan ketus di
telinga Nadi
“yaudah
Mba Qifah saya tinggal ke bawah dulu ya cari makan” Nadi tidak memberikan
respon apapun kepada Artri tapi malah berbicara kepada Mba Qifah
“eh
sebentar pak guru yang terhormat, lu bilang mau selesain urusan kita berdua
tapi kenapa malah kayak gini sih!?” bentak Artri saat Nadi ingin meninggalkan
mereka berdua, saat itu juga bayi Raka bergerak kaget lalu menangis. Artri lalu
berbalik badan segera mengusap kepala Raka sambil tangan satunya menepuk-nepuk
paha bayi tersebut, melihat hal tersebut mba Qifah tersenyum manis, tapi tidak
dengan Nadian, ada ekspresi lain yang hadir di hatinya.
“aduh
maaf ya Raka, sh sh sh sh, udah-udah bubu lagi ya. Mba Qiffah maaf ya” dengan
perasaan tidak enak Artri meminta maaf
“udah-udah
ndak apa-apa mba Artri, yasudah tutup pintunya kita masuk” balas Mba Qifah
santai. Saat Artri menutup pintu, keberadaan Nadian sudah tidak ada di di
koridor, dia seakan menghilang menggunakan jurus sintensin no jutsu
“ini
apartemen mba juga ya?” tanya Artri saat baru saja duduk di sofa bersebelahan
dengan Mba Qifah
“bukan
ini punyanya mas Nad, seminggu yang lalu kamu tidur di sini” sambil terus
menepuk-nepuk paha Raka Mba Qifah menjawab pertanyaan Artri dengan santai.
Santainya Mba Qifah tidak sama dengan perasaan yang dirasa Artri, Artri malah
semakin kesal
“hah!?”
kagetnya Artri membuat tangannya berhenti mengusap kepala Raka untuk beberapa
detik
“yasudah
saya langsung cerita saja ya, malam itu Nadian ngetuk-ngetuk kamar saya minta
tolong ke suami saya, mas Nad gendong-gendong kamu ngos-ngosan, melihat hal
seperti itu suami saya membangunkan saya, karena ini bukan urusan laki-laki
lagi, saya langsung membantunya, dia membaringkan kamu di kasur, tapi kamu
tidak langsung tidur nyenyak, kamu muntah-muntah di kasur, kamu bisa cek ke
kamar mas Nadian, bekas muntah kamu belum dibersihkan sama sekali. Setelah itu
saya diminta untuk membersihkan diri kamu, ya saya mandikan kamu, hehehe, ndak
papa toh? Kan kita sama-sama perempuan, lalu kamu pakai kaos punya mas Nad sama
celananya juga, tapi gak celana dalem loh ya, baju kotormu dicuci sama mas Nad,
semalaman sampai siang kamu tidur di sofa ini, saya disuruh nemenin Mba, mas
Nad tidur di apartemen saya bareng suami saya, ndak tidur juga sih, mereka malah main game
bareng, lalu sekitar jam 8 pagi saya keluar untuk siapin sarapan buat suami
saya, mas Nad yang gantian jagain kamu” Mba Qifah menceritakan secara singkat
kronologis malam itu
“terus
mba Qifah gak kesini lagi? Mba Qifah gak tau dong Nadian ngapain pas berduaan
sama saya?” pertanyaan cepat langsung dilontarkan oleh Artri, karena selama Mba
Qifah cerita, Artri belum menemukan kesalahan Nadian
“Mba
Artri kalo mas Nad mau, sudah dari semalam dilakukan. Lagian ndak lama temen
kamu datang jemput kamu” jawab santai Mba Qifah sambil tersenyum lembut
“terus
Nadian kemana?” Artri kembali bertanya karena belum menemukan apa yang dia
sangkakan selama ini
“sarapan
bareng saya sama suami sama Raka juga, saya tanyain kamu katanya sudah pergi
sama temenmu” kalimat tersebut sekaligus menjadi akhri cerita yang tidak
disangka Artri sama sekali. Artri berjalan menuju kamar Nadian, melihat kasur
Nadian yang penuh noda muntah, bau kamarnya tidak sedap, Artri menutup kamarnya
lalu pamit buru-buru dengan perasaan malu dan menyesal. Dia bertekat untuk
tidak bertemu Nadian lagi karena sangat malu, segera ia memberhentikan taksi
untuk menuju kantornya.
Setibanya
di kantor, Artri langsung membanting badannya di kursi kerjanya, mukanya sangat
kusut, peluh di keningnya tidak mengganggunya sama sekali, beberapa helai
rambutnya mengkilap karena keringat.
“ebuset
kenek patas manalu, bilang-bilanglah biar gw bisa naek patas gratis” celetuk
sorang perempuan dari samping bilik kerjannya
“apaan
sihlu, mana ada kenek patas seksi gini” balas Artri sambil tertawa heran
“lah
itu apaan di pundaklu, kalo bukan sapu tangan kenek patas” jawab perempuan
tersebut sambil menunjuk apa yang ada di pundak Artri
“ah kenapa sih!” teriak Artri
sampai membuat yang lain melirik kearahnya. Belum sempat iya minta maaf, dia
dikagetkan oleh pesan masuk yang ada di handphonenya.
0 komentar:
Posting Komentar